KASUS ETIKA PROFESI AKUNTANSI

KASUS AKUNTAN YANG MENERIMA FEE BESAR DILUAR NILAI YANG TELAH DISEBUTKAN DALAM KONTRAK SEHINGGA MENGURANGI INDEPENDENSINYA DALAM MEMBERI OPINI

Akuntan publik merupakan profesi yang dapat memberikan jasa audit atas laporan keuangan yang dibuat manajemen. Melalui pemberian jasa audit ini akuntan publik dapat membantu manajemen maupun pihak luar sebagai pemakai laporan keuangan untuk menentukan secara obyektif dapat dipercaya tidaknya laporan keuangan perusahaan. Profesi akuntan publik juga dapat mempengaruhi pihak luar perusahaan dalam mengambil keputusan untuk menilai dipercaya tidaknya laporan keuangan yang dibuat manajemen, sehingga akuntan publik merupakan suatu profesi kepercayaan masyarakat. Atas dasar kepercayaan masyarakat, maka akuntan publik dituntut harus tidak boleh memihak kepada siapapun (independen), harus bersifat obyektif, dan jujur.

Dewan Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) IAI melalui SPAP (2001:220.10) menyatakan bahwa: “Standar ini mengharuskan auditor bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum (dibedakan didalam hal ia berpraktik sebaga auditor intern). Dengan demikian, ia tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapapun sebab bagaimanapun sempurnanya keahlian teknis yang ia miliki, ia akan kehilangan sikap tidak memihak, yang justru sangat penting untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya.”

Kode Etik Akuntan Indonesia BAB IV pasal 13 ayat 1 dinyatakan bahwa:
“Setiap anggota profesi harus mempertahankan sikap independent. Ia harus bebas dari semua kepentingan yang bisa dipandang sesuai dengan integritas dan objektivitasnya. Tanpa tergantung efek kebenarannya dari kepentingan itu.”

Independensi merupakan sikap yang tidak mudah dipengaruhi oleh pihak manapun dan juga tidak memihak kepentingan siapapun. Untuk diakui sebagai seorang yang bersikap independen, akuntan publik harus bebas dari setiap interfensi pimpinan dan pemilik perusahaan. Akuntan publik juga tidak hanya bersifat obyektif dan tidak memihak tetapi harus pula mengindari keadaan-keadaan yang menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat atas sikapnya. Hal ini bertujuan agar akuntan publik dapat memberikan opini yang obyektif dan jujur atas laporan keuangan klien. Sehingga tidak menyesatkan pemakai laporan keuangan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa independensi sangat penting bagi profesi akuntan publik:
1. Merupakan dasar bagi akuntan untuk merumuskan dan menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diperika. Apabila akuntan publik tetap memelihara independensi selama melaksanakan pemeriksaan, maka laporan keuangan yang telah diperiksa tersebut akan menambah kredibilitasnya dan dapat diandalkan bagi pihak yang berkepentingan.
2. Karena profesi akuntan publik merupakan profesi yang memegang kepercayaaan masyarakat. Kepercayaan masyarakat akan menurun jika terdapat bukti bahwa independensi sikap auditor ternyata berkurang dalam menilai kewajaran laporan keuangan yang disajikan manajemen.

Independensi akuntan publik akan diragukan apabila ia menerima fee selain yang telah ditentukan di dalam kontrak kerja, adanya fee bersyarat dan menerima fee yang jumlahnya besar dari seorang klien yang diaudit. Hal ini dapat mengurangi kredibilitas sebagai akuntan publik. Dalam Rule 302-Contigency fees, code of professional Ethics AICPA melarang pemberian jasa dengan fee bersyarat.

Dalam rapat komisi Kode Etik Akuntan Indonesia tahun 1990 telah mempertegas bahwa imbalan yang diterima selain fee dalam kontrak dan fee bersyarat tidak boleh diterapkan dalam pemeriksaan. Kode etik tersebut menjelaskan: Dalam melaksanakan penugasan pemeriksaan laporan keuangan, dilarang menerima imbalan lain selain honorarium untuk penugasan yang bersangkutan. Honorarium tersebut tidak boleh tergantung pada manfaat yang akan diperoleh kliennya (Kode Etik IAI,1990 pasal 6, butir 5).

Pihak-pihak yang meragukan independensi akuntan publik yang menerima fee diluar yang telah disebutkan dalam kontrak beralasan bahwa:
1. Kantor akuntan yang menerima audit fee besar merasa bergantung pada klien, meskipun pendapat klien mungkin tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang diterima umum atau mengakibatkan akuntan pemeriksa tidak dapat melaksanakan norma pemeriksaan akuntan secukupnya.
2. Kantor akuntan yang menerima audit fee besar dari seorang klien takut kehilangan klien tersebut karena akan kehilangan sebagian besar pendapatannya sehingga kantor akuntan tersebut cenderung tidak independen.
3. Kantor akuntan cenderung memberikan “Counterpart fee” yang besar kepada salah satu atau beberapa pejabat kunci klien yang diaudit, meskipun tindakan ini cenderung menimbulkan hubungan yang tidak independen dengan kliennya (Supriyono, 1988:60).


KASUS ENRON

Enron Corporation adalah sebuah perusahaan energi Amerika yang berbasis di Houston, Texas, Amerika Serikat. Sebelum bangkrutnya pada akhir 2001, Enron mempekerjakan sekitar 21.000 orang pegawai dan merupakan salah satu perusahaan terkemuka di dunia dalam bidang listrik, gas alam, bubur kertas dan kertas, dan komunikasi. Enron mengaku penghasilannya pada tahun 2000 berjumlah $101 miliar. Fortune menamakan Enron "Perusahaan Amerika yang Paling Inovatif" selama enam tahun berturut-turut. Enron menjadi sorotan masyarakat luas pada akhir 2001, ketika terungkapkan bahwa kondisi keuangan yang dilaporkannya didukung terutama oleh penipuan akuntansi yang sistematis, terlembaga, dan direncanakan secara kreatif. Operasinya di Eropa melaporkan kebangkrutannya pada 30 November 2001, dan dua hari kemudian, pada 2 Desember, di AS Enron mengajukan permohonan perlindungan Chapter 11. Saat itu, kasus itu merupakan kebangkrutan terbesar dalam sejarah AS dan menyebabkan 4.000 pegawai kehilangan pekerjaan mereka [1].

Tuntutan hukum terhadap para direktur Enron, setelah skandal tersebut, sangat menonjol karena para direkturnya menyelesaikan tuntutan tersebut dengan membayar sejumlah uang yang sangat besar secara pribadi. Selain itu, skandal tersebut menyebabkan dibubarkannya perusahaan akuntansi Arthur Andersen, yang akibatnya dirasakan di kalangan dunia bisnis yang lebih luas, seperti yang digambarkan secara lebih terinci di bawah.

Enron masih ada sekarang dan mengoperasikan segelintir aset penting dan membuat persiapan-persiapan untuk penjualan atau spin-off sisa-sisa bisnisnya. Enron muncul dari kebangkrutan pada November 2004 setelah salah satu kasus kebangkrutan terbesar dan paling rumit dalam sejarah AS. Sejak itu, Enron menjadi lambang populer dari penipuan dan korupsi korporasi yang dilakukan secara sengaja.

Analisis

Menarik dari pelajaran amat berharga dari kasus Enron, kepada semua pihak yang berkepentingan, antara lain emiten, direksi, dewan komisaris, komite audit, otoritas pasar modal, profesi penunjang pasar modal. Khususnya profesi akuntan publik sebagai auditor eksternal harus secepatnya meningkatkan profesionalismenya, antara lain pengetahuan di bidang instrumen derivatif dan lindung nilai, penyusunan sistem dan prosedur pengendaliannya sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku, serta implementasi praktik good corporate governance.



KASUS PT. SINAR JAYA

KAP Jojon & Priyadi mendapatkan penawaran untuk melaksanakan audit PT Sinar Jaya, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur mesin berat. KAP Jojon & Priyadi menunjuk salah seorang direkturnya, Irwan K.,SE, Ak, CPA untuk bertanggungjawab atas audit PT Sinar Jaya. KAP Jojon & Priyadi mendapatkan referensi dari KAP BAmbang & Basuki untuk mengaudit PT Sinar Jaya, oleh krn itu KAP BAmbang & BAsuki mendapatkan sejumlah fee dari PT Sinar Jaya & KAP Jojon & Priyadi.
Irwan meminta salah 1 stafnya untuk berdiskusi dgn salah satu stafnya untuk berdiskusi dgn salah satu manajemen atas PT Sinar Jaya, Singgih Cahaya, SE berkaitan dgn lingkup audit yg akan dilaksanakan. Pada saat yg sama salah satu stafnya yg lain juga diminta untuk bertemu Senior Auditor di KAP Bambang & Basuki; Bondan Berdikari, SE, Ak untuk menanyakan pewrihal PT Sinar Jaya.

Hasil Wawancara dengan pihak PT Sinar Jaya
• PT Sinar Jaya mempunyai 2 anak perusahaan yakni PT Senter Jaya & PT Lilin Jaya
• PT Sinar Jaya mempunyai investasi dgn total 100 milyar dgn pendapatan per tahunnya sebesar 100 juta.
• Pihak direksi meminta tim audit untuk:
1. Mengaudit kedua anak perusahaanya
2. Mengaudit laporan keuangan PT Sinar Jaya
3. Memeriksa Laporan Pajak dan Fiskal
4. Melakukan penilaian terhadap asset tetap.
• Pihak direksi mengizinkan tim audit KAP Jojon dan Priyadi untuk bertanya ke KAP Bambang selaku pihak yg dahulu pernah mengaudit PT Sinar Jaya.

Hasil Wawancara dengan pihak KAP Bambang dan Basuki
Setelah mendapat konfirmasi dari pihak PT Sinarjaya bahwa tim audit dari KAP Jojon dan Priyadi selaku tim yang akan mengaudit PT Sinar Jaya diperkenankan untuk berkonsultasi dgn pihak KAP Bambang, kemudian KAP Bambang memberikan beberapa informasi mengenai PT Sinar Jaya.
• KAP Bambang tidak menemukan kendala terkait dengan kegiatan audit terhadap PT Sinar Jaya.
• Sistem Informasi Akuntansi & Sistem Pengendalian Internal perusahaan cukup memadai dan efektif
• Karyawan PT Sinar Jaya informative
• Menurut penilaian KAP Bambang, manajemen PT Sinar Jaya berlaku jujur dan integritas manajemen cukup tinggi.


Analisis

Menurut penulis, kasus diatas menunjukkan bahwa pentingnya keprofesionalitas seoarang auditor. dimana auditor harus bertindak sebagai bagian dari standar umum audit pertama dan ketiga, yaitu berisi mengenai seorang auditor harus kompeten dan bertindak secara profesional, teliti, cermat, dan hati-hati. Dari tulisan juga terlihat bahwa PT Sinar Jaya dan KAP Bambang, menyatakan fee yang diperoleh dari KAP Bambang, selain fee referral dari KAP Jojon dan Priyadi, ternyata juga mendapatkan fee dari PT Sinar jaya. Fee jenis ini tidak terdapat dalam aturan etika kompartemen Akuntan Publik No 503 di mana dalam nomor tersebut disebutkan sebagai berikut.
• “Komisi adalah imbalan dalam bentuk uang atau barang atau bentuk lainnya yang diberikan atau diterima kepada/dari klien/pihak lain untuk memperolah penugasan dari klien/pihak lain. Anggota KAP tidak diperkenankan untuk memberikan/menerima komisi apabila pemberian/penerimaan komisi tersebut dapat mengurangi independensi.”
• “Fee referal (rujukan) adalah imbalan yang dibayarkan/diterima kepada/dari sesama penyedia jasa profesional akuntan publik.”
• “Fee referal (rujukan) hanya diperkenankan bagi sesama profesi.”
Berdasarkan kejadian tersebut dan pada etika kompartemen Akuntan Publik di atas, kami mencurigai bahwa KAP Bambang dan Basuki bertindak tidak etis karena juga menerima fee dari PT Sinar Jaya yang terkait dengan rujukan kepada KAP Jojon Priyadi. Hal tersebut menurut kami dapat mengurangi independensi KAP Bambang dalam menyampaikan informasinya kepada kami.

SUMBER: http://apauditing.blogspot.com/2009/10/tugas-2-ump-2009.html

1 komentar:

  1. Nice artikel..
    Sekedar share info aja, barangkali bisa sedikit menambah bacaan mengenai etika akuntansi..
    Klik --> Kasus Suap Pajak PT Easman Christensen

    BalasHapus

Copyright © / kantongajaibdoraemon

Template by : Urangkurai / powered by :blogger