Sejarah Universitas Gunadarma Tidak semua mahasiswa yang kuliah di Universitas Gunadarma, mengenal baik kampusnya sendiri. Sejarah panjang STMIK Gunadarma yang telah dilewati, dan akhirnya dikukuhkan menjadi Universitas Gunadarma, menyimpan banyak sejarah dan cerita. Dimulai Pada tanggal 7 Agustus 1981, sekelompok ahli ilmu komputer di Indonesia mendirikan pusat pendidikan komputer yang berbentuk akademi dengan nama Akademi Sains dan Komputer. Kemudian, pada tanggal 10 Agustus 1981, kuliah pertama Akademi Sains dan Komputer diikuti oleh 94 orang mahasiswa. Pada tanggal 10 Juli 1984, secara resmi wadah akademi ditingkatkan menjadi sekolah tinggi dengan nama Sekolah Tinggi Komputer Gunadarma (STKG) yang memiliki 2 arti, yaitu nama arsitek ternama yang membangun Candi Borobudur dan mencerminkan bakti kepada masyarakat dalam wujud guna dan darma. Pada tanggal 9 Maret 1985, diadakan acara peletakan batu pertama pembangunan gedung kampus baru Sekolah Tinggi Komputer Gunadarma pada areal seluas satu hektar di kawasan Srengseng, Pondok Cina, Depok. Beberapa bulan berikutnya, yakni tanggal 5 Oktober 1985, status terdaftar diperoleh STMIK Gunadarma melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0424/0/1985 di mana STMIK Gunadarma mengasuh dua jenjang pendidikan, yaitu program pendidikan strata satu (S1) dan diploma (D3). Adapun jurusan yang dimiliki adalah Jurusan Manajemen Informatika dan Teknik Komputer. Lima Januari 1987, kampus baru STMIK Gunadarma yang terletak di Srengseng, Pondok Cina, Depok diresmikan penggunaannya. Tak lama kemudian, 24 Januari 1987, dilaksanakan wisuda perdana STMIK Gunadarma yang diikuti oleh 10 orang sarjana komputer bertempat di Balai Sidang Senayan, Jakarta. Sekitar tanggal 16-23 Juni 1987, STMIK Gunadarma menjadi perguruan tinggi swasta pertama di Indonesia yang mengikuti ujian negara dengan satuan kredit semester. Lulusnya seorang mahasiswa Gunadarma dalam ujian negara berarti ia akan memperoleh Ijazah Sarjana Komputer Negara yang nilainya sama dengan ijazah sarjana di perguruan tinggi negeri. Pada tanggal 19 Maret 1991, status diakui diberikan kepada Jurusan Teknik Informatika STMIK Gunadarma jenjang S1 melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0354/0/1991, serta status disamakan diberikan kepada Jurusan Teknik Informatika STMIK Gunadarma jenjang S1 melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendididkan dan Kebudayaan No. 58/DIKTI/Kep/92 pada tahun berikutnya STMIK Gunadarma terakreditasi berdasarkan SK Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi No. 263/DIKTI/Kep/1993 pada tanggal 10 Mei 1993, untuk menyelenggarakan program pendidikan pascasarjana di bidang sistem informasi. Dan akhirnya, 3 April 1996, STMIK dan STIE Gunadarma dikukuhkan menjadi Universitas Gunadarma berdasarkan SK Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi No. 92/Kep/Dikti/1996 dengan menaungi enam fakultas. Demikian sekelumit sejarah singkat Universitas Gunadarma (diperoleh dari Wikipedia), yang bisa menjadi tambahan pengetahuan bagi kita yang belum mengetahui secara jelas, bagaimana sepak terjang kampus yang kita cintai ini. Peran Universitas Mencerdaskan bangsa merupakan salah satu tugas pemerintah sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk merealisasikan amanat tersebut dalam Undang-Undang No. 2 tahun 1989 pasal 4 ditegaskan bahwa " Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya… Memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan bangsa". [1] Dalam rangka mencerdaskan bangsa Pemerintah berusaha sekuat tenaga untuk meningkatkan pelayanan di sektor pendidikan, baik pelayanan di sektor kuantitas maupun kualitas. Peningkatan kuantitas dapat dilihat dari banyaknya gedung sekolah di seluruh pelosok nusantara dan dicanangkannya program yang menunjang. Salah satunya adalah program wajib belajar bagi warga negara. Dalam menghadapi abad ke 21 banyak tantangan yang berkenaan dengan tuntutan masa depan yang menggugah kepedulian masyarakat terhadap peran Pendidikan Tinggi khususnya agar meningkatkan fungsinya secara relevan dengan pembangunan masyarakat. Conny menyatakan bahwa pengembangan kemampuan manusia adalah hasil interaksi antar individu dan masyarakat yang memiliki peluang berpartisipasi. konstelasi ketrampilan, sikap dan perilaku dalam melangsungkan hidup mencapai kemandirian, serta sekaligus memiliki daya saing tinggi dan daya tahan terhadap gejolak ekonomi dunia. [2] Bila dikaitkan dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia, perguruan tinggi harus mampu menjawab tuntutan dihasilkannya lulusan yang bermutu. Conny berpendapat paradigma baru dalam Pendidikan Tinggi mengisyaratkan aktualisasi keunggulan kemampuan manusia yang kini masih tersembunyi dalam dirinya. Strategi untuk menghasilkan lulusan perguran tinggi dengan kemampuan unggul yang dapat mencapai perkembangan optimal untuk disumbangkan kembali kepada masyarakat menghendaki agar bukan saja mementingkan apa yang menjadi perolehan di bangku sekolah melainkan terutama bagaimana perolehan tersebut diperoleh.[3] Kondisi saat ini, pendidikan tinggi menghadapi persoalan bagaimana mendidik para mahasiswa agar mampu mengembangkan diri mereka menjadi manusia yang benar - benar trampil, profesional dan memiliki kemandirian. Seperti yang dikemukakan Semiawan, pengamatan menunjukkan bahwa dosen di kelasnya adalah aktor utama. Dosen menuntut pola perilaku dan sikap tertentu yang bercirikan prosedur di kelas yang merupakan pengaruh dari luar diri pebelajar. Akibatnya pebelajar tidak komunikatif dan tidak memiliki ketrampilan menyatakan diri. Agar para mahasiswa dapat mengembangkan cara berpikir kritis atau mengembangkan kemampuan penalarannya, maka pola pembelajaran harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga memungkinkan tersalurnya daya kritis mahasiswa. Perlunya peningkatan keefektifan pembelajaran adalah agar perguruan tinggi dapat mengembangkan tugas dan tanggung jawabnya membina mahasiswa sehingga dapat berdiri dan berusaha sendiri, memupuk jiwa wiraswasta, mengembangkan kemampuan berpikir secara mandiri dan kritis.[4] . Proses belajar mengajar tidak saja merupakan proses komunikasi informasi, tetapi juga merupakan proses mental. Oleh karena itu dalam usaha mengembangkan potensi yang dimiliki mahasiswa dalam belajar perlu diperhatikan variabel lain yang ikut menentukan keberhasilan mahasiswa dalam belajar. Variabel tersebut, antara lain kecerdasan, minat, motivasi dan pengalaman. Tingkat kecerdasan dikenal dengan istilah kemampuan umum, yang terdiri dari beberapa bagian yaitu: kemampuan berpikir abstrak, penalaran verbal, dan lain-lain. Semua variabel ini turut berpengaruh terhadap prestasi belajar mahasiswa. Dari uraian di atas, jelaslah bahwa untuk dapat melaksanakan proses perkuliahan dengan baik diperlukan perencanaan dan juga strategi pengajaran yang tepat yang dapat memberikan arti dan fungsi bagi kemampuan yang telah ada dalam diri siswa. Tidak perlu ilmu yang tinggi, untuk menjadi manusia yang berkualitas. Sulitnya bekerjasama dalam tim akan mempersulit kita sendiri dalam mencapai suatu tujuan bersama, dan itu biasanya terjadi di lingkungan pekerjaan. Salah satu program di kampus terbaru saat ini adalah adanya mata kuliah penunjang dalam bentuk softskill. Berdasarkan data yang diadopsi dari Havard School of Bisnis, kemampuan dan keterampilan yang diberikan di bangku pembelajaran, 90 persen adalah kemampuan teknis dan sisanya soft skill. Padahal, yang nantinya diperlukan untuk menghadapi dunia kerja yaitu hanya sekitar 15 persen kemampuan hard skill. Dari data tersebut, lanjutnya, dapat menarik benang merah bahwa dalam memasuki dunia kerja soft skill-lah yang mempunyai peran yang lebih dominan. Lalu apakah soft skill dan hard skill itu? Menurut Jessica Hollbrook hard skills diartikan sebagai processes, procedures, industry specific jargon and are easy to measure and quantify. They are terms such as; account management, talent acquisition and development, client retention, data management, project management, accounts receivable and payable, product support, and new business development. Menurut Ramdhani (2008) Soft skill sering juga disebut keterampilan lunak adalah keterampilan yang digunakan dalam berhubungan dan bekerjasama dengan orang lain. Secara garis besar keterampilan ini dapat dikelompokkan ke dalam: 1. Process Skills 3. Generic Skills Dari deskripsi diatas maka dapat ditarik kesimpulan hard skill adalah penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan ketrampilan teknis yang berhubungan dengan bidang ilmunya. Sedangkan soft skill adalah keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (termasuk dengan dirinya sendiri). Semua profesi membutuhkan keahlian (hard skill) tertentu akan tetapi semua profesi memerlukan soft skill. Demikian tentang mata kuliah terbaru yang sedang di canangkan secara terus-menerus oleh kampus. Agar dihasilkan alumni yang mampu mengembangkan kemampuan hardskill dan softskill nya nanti, didunia sesungguhnya, yaitu dunia kerja. Bagaimanakah dengan teknologi untuk lebih menunjang kemampuan para mahasiswa dikampus? Universitas Gunadarma, terkenal dengan Teknologi Informasinya. Dari awal berdirinya kampus dengan nama STMIK Gunadarma, teknologi informasi lah yang menjadi dasar utama pengajaran kampus. Peran kampus saat ini tidak hanya sebagai penampung mahasiswa dan dosen untuk kemudian belajar secara manual di kelas, memakai papan tulis atau tatap muka secara langsung dan bertanya dengan mengacungkan jari. Tapi sekarang, kampus menekan kemampuan berteknologi kepada mahasiswa dan terlebih lagi dosennya. Di setiap kelas pun, tesedia OHP yang menjadi salah satu perangkat teknologi yang bisa membantu dosen dalam menjelaskan materi kuliah. Dosen dipermudah dengan adanya teknologi. Tidak perlu menulis di papan tulis, tapi cukup mempresentasikan hasil tulisan yang telah dibuat dosen untuk menjelaskan materi. Dan materi yang dibuat bisa digunakan di kelas yang berbeda. Jadi, keberadaan teknologi dalam pembelajaran sangatlah efektif. Mengapa kita memerlukan teknologi dalam pembelajaran? Menurut Kempt dan Dayton (1985), terdapat lima bentuk yang biasanya digunakan untuk menggambarkan cara-cara pembelajaran berbantuan komputer yang dapat digunakan, yaitu tutorials, drill and practice, problem solving, simulations,dan games. Metode tutorial adalah salah satu jenis metode pembelajaran yang memuat penjelasan,rumus, prinsip, bagan, tabel, definisi istilah, latihan dan branching yang sesuai. Dalam interaksi tutorial ini informasi dan pengetahuan yang disajikan sangat komunikatif, seakan-akan ada tutor yang mendampingi mahasiswa dan memberikan arahan secara langsung kepada mahasiswa. Metode drill dan praktek menganggap latihan dan praktik dalam program pembelajaran berbantuan komputer memberikan praktik sebanyak mungkin terhadap kemampuan mahasiswa. Problem solving adalah latihan yang sifatnya lebih tinggi daripada drill. Tugas yang meliputi beberapa langkah dan proses disajikan kepada mahasiswa yang menggunakan komputer sebagai alat atau sumber untuk mencari pemecahan. Dalam program problem soving yang baik, komputer sejalan dengan pendekatan mahasiswa terhadap masalah, dan menganalisis kesalahan-kesalahan mereka. Simulasi dengan situasi kehidupan nyata yang dihadapi mahasiswa, dengan maksud untuk memperoleh pengertian global tentang proses. Simulasi dapat juga dipergunakan untuk melatih ketrampilan, misalnya belajar menerbangkan pesawat terbang atau mengendarai motor, atau untuk memaham sistem dalam ekonomi, ekologi dan disiplin ilmu lainnya. Games jika didesain dengan baik dapat memanfaatkan sifat kompetitif mahasiswa untuk memotivasi dan meningkatkan belajar. Seperti halnya simulasi, game pembelajaran yang baik sukar dirancang dan perancang harus yakin bahwa dalam upaya memberikan suasana permainan, integritas tujuan pembelajaran tidak hilang Salah satu bukti konkrit dari setiap kegiatan yang dijalankan oleh kampus adalah, diumumkannya Universitas Gunadarma sebagai Universitas terbaik ke 4 versi 4ICU, pada 20 Juli 2010. Selain itu, telah dipublikasikan pula pemeringkatan perguruan tinggi berkelas dunia Webometrics di mana empat peguruan tinggi Indonesia berhasil masuk jajaran Top 100 perguruan tinggi Asia. Di wilayah Asia, menurut data Webometrics per Juli 2010, peringkat pertama Asia ditempati oleh University of Tokyo. Disusul University of Hong Kong di posisi kedua dan Kyoto University persis di bawahnya. Sedangkan Gunadarma, mendapat peringkat 88 dari 100 perguruan tinggi tersebut. Sedangkan untuk wilayah ASEAN, hanya ITB, UGM, UI, dan Gunadarma yang berhasil mewakili Indonesia di posisi dua puluh besar. Sedangkan tiga universitas di peringkat teratas secara berurutan adalah National University of Singapore (NTU), Kasetsart University dan Chulalongkorn University dari Thailand. Peran Kampus dan Dosen dalam Mencerdaskan Mahasiswa Kampus dan Dosen merupakan variable independent yang menentukan kualitas dari mahasiswa yang menjadi variable dependent. Mengapa demikian? Banyak hal yang menjadi alas an untuk bisa mengungkapkan hal ini. Mahasiswa merupakan suatu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh statusnya karena ikatan dengan perguruan tinggi. Mahasiswa juga merupakan calon intelektual atau cendekiawan muda dalam suatu lapisan masyarakat yang sering kali syarat dengan berbagai predikat. Peran dosen dan kampus dalam mencerdaskan mahasiswa menjadi hal utama tujuan didirinya suatu universitas. Hubungan antara dosen dan mahasiswa adalah sebuah hubungan intim yang akan menentukan kecerdasan mahasiswa. Belajar bukan merupakan kewajiban, tapi merupakan kesadaran yang seyogyanya ada pada diri mahasiswa masing-masing. Begitu juga dosen, menerangkan materi kuliah, bukan merupakan kewajiban, tapi sebuah kesadaran yang menjadi keinginan setiap pengajar dalam mencerdaskan anak didiknya. Dr DJ Drost (2005) sempat menyindir perilaku pembimbingan yang dilakukan dosen-dosen terjadi lantaran komunikasi yang distorsif antara dosen dan mahasiswa. Mahasiswa banyak dijadikan “sapi perah”, karena sikap dan perilaku mahasiswa di kampus yang cenderung pasif-submisif. Sementara itu, pakar pendidikan Dharmaningtyas (2006) menyebutkan proses komunikasi, konsolidasi, dan koordinasi yang dibangun antara dosen dan mahasiswa masih berada dalam tataran hubungan industrial, yakni kehadiran dan perilaku pelayanan dosen banyak ditentukan oleh sejauh mana tingkat modal dan investasi yang telah dikeluarkan para mahasiswa. Dosen dan para guru besar berlaku sebagai agen-agen kepanjangan tangan dari manajemen kampus yang kian kapitalis, sementara mahasiswa berlaku sebagai “buruh” yang akan manut-miturut kepada sang dosen. Hal ini terjadi lantaran tradisi “mengekor” masih menjadi andalan dalam sistem pembimbingan yang berlaku selama ini. Hubungan Deliberatif Paradigma hubungan dosen-mahasiswa yang penuh simpati dan empati demikian dalam pandangan pakar pendidikan tinggi dari Amerika disebut sebagai hubungan deliberatif . Yakni hubungan suci yang berimbang dan saling memahami kebutuhan dan kepentingan masing-masing secara adil dan bijaksana, tanpa harus menjaga jarak secara berlebihan. Ada dua ciri pokok pendekatan ini. Pertama, dosen-mahasiswa adalah agen tunggal pemegang merk “iptek”. Karena itu, dosen harus merasa “handarbeni” mahasiswanya, yakni selalu memprakarsai inovasi iptek hingga menghasilkan output yang signifikan. Kedua, tuntas meneladani. Dosen sebagai agen utama iptek akan merasa berdosa jika kepakaran dan keahliannya tak bisa diturunkan kepada mahasiswa bimbingannya. Dosen merasa gagal ketika kecerdasan, pengetahuan, dan keahliannya tak dapat diterapkembangkan oleh mahasiswanya. Demikian pula mahasiswa merasa berdosa ketika dalam masa pembelajaran di kampus tak mau dan tak mampu menyerap ajaran sang dosen. Untuk menerapkan paradigma deliberative communication antara dosen-mahasiswa-kampus sebenarnya bukan hal sulit. Dua langkah berikut bisa dilakukan secara simultan. Pertama, manajemen kampus harus lebih peduli dengan nasib dan masa depan mahasiswa/para alumninya, dengan menerapkan aturan ketat mengukur kinerja dosen dan para guru besar dari tingkat keberhasilan bimbingannya.. Kedua, tidak kuper di antara semua pihak. Dosen, mahasiswa, dan manajemen kampus harus sama-sama mengoreksi kinerjanya guna membangun hubungan deliberatif yang maksimal, sehingga kegagalan satu pihak menjadi tanggung jawab bersama. Untuk itu, bagaimana dengan Universitas Gunadarma? Apakah dosen-dosen kita mampu turut serta mencerdaskan mahasiswa-mahasiswanya? Dosen-dosen di Universitas Gunadarma, bukan dosen yang biasa-biasa saja. Hal ini terbukti dari banyaknya dosen-dosen yang dikirim keluar negeri untuk melanjutkan studi nya sampai jenjang S3. Ini menandakan, bahwa seorang dosen harus bisa mengembangkan ilmu nya. Jangan lelah dengan ilmu saat itu, tapi semangatlah untuk tetap meningkatkan ilmu, sekalipun harus bersusah payah. Tidak salah Universitas Gunadarma, mampu melahirkan generasi penerus dengan skill yang tidak biasa. Seperti yang tertulis di http://bapsi.gunadarma.ac.id, banyak penghargaan-penghargaan yang diterima oleh kampus. Baik secara individual mau pun kelompok. Baik kampus, mahasiswa maupun dosennya sendiri. Penghargaan menjadi satu keunggulan dari kampus kita untuk bisa dipandang lebih oleh masyarakat maupun perguruan tinggi lainnya. * Disampaikan Dalam seminar Nasional Matematika FPMIPA UPI Bandung, 15 Mei 2004 [1] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2, Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 4 ayat ( 1) [2] Conny.R Semiawan, " Pendidikan Tinggi Peningkatan Kemampuan Manusia Sepanjang Hayat Seoptimal Mungkin" (Jakarta:DIRJEN DIKTI, 1998 ) p 9 [3] Ibid, p. 16 [4] Soedjatmiko. " Manusia dan Dunia yang sedang berubah." Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI. (Jakarta: Penerbit PT Grasindo, 1991 ), p 8
0 komentar:
Posting Komentar